Banten adalah kawasan nan indah. Provinsi yang bersebelahan dengan Provinsi DKI Jakarta ini merupakan suatu kawasan yang luar biasa kaya dengan kebudayaan, situs peninggalan purba mau pun klasik. Sayangnya jarang diekspos di dalam media arus utama.

Padahal Banten memiliki berbagai potensi yang luar biasa untuk digali. Salah satunya adalah untuk menikmati berbagai kesenian yang terdapat di antara komunitasnya. Mengingat Banten adalah salah satu kerajaan besar yang memiliki kekuatan besar pada abad XV hingga XVI, seharusnya lebih banyak lagi yang bisa dijadikan subyek penelitian.

Kebudayaan yang terkenal dari Banten apabila dibahas biasanya langsung orang menyebut debus. Sampai tahun 1980an, atraksi debus keliling dari Banten masih dapat ditonton oleh warga Jakarta. Penampilan mereka selalu membuat komunitas setempat berkerumun di lapangan dimana atraksi tersebut dilaksanakan.

Dari entri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia debus adalah dabus. Definisi dabus adalah kata benda pada masyarakat Banten) permainan (pertunjukan) kekebalan terhadap senjata tajam atau api dengan menyiksa diri (dengan menusuk, menyayat, atau membakar bagian tubuh), memanjat bambu dan berdiri di ujungnya, atau berputar pada tambang yang diikatkan pada kedua tiang bambu yang tinggi.

Dengan demikian dapat dikatakan debus dalam bahasa Indonesia sehari-hari adalah suatu pertunjukan kekebalan tubuh yang dilakukan dengan memamerkan kekuatan pelakunya dalam menghadapi siksaan yang dilakukan terhadapnya dengan menggunakan bambu atau senjata api mau pun api.

Melihat pertunjukannya, debus berkaitan dengan pencak silat yang menjadi dasar dari semua gerakan dan filosofi debus. Sampai saat ini Banten terkenal dengan kesaktian para pendekar dan jawaranya. Yang berkaitan dengan silat.

Situs resmi pemerintah daerah Banten menuliskan bahwa silat sudah ada di bumi Nusantara sejak abad VII. Perkembangan pencak silat di dalam kawasan ini makin mengakar saat terjadi penyebaran agama Islam di Banten. Terlebih lagi saat Banten sudah menjadi Kerajaan, di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin maka pesantren dijadikan pusat pendidikan. Silat diajarkan dalam pesantren di Banten yang menjadi pusat pendidikan agama karena silat dianggap menjadi bagian dari latihan spiritual.

Melihat pertunjukannya, debus berkaitan dengan pencak silat yang menjadi dasar dari semua gerakan dan filosofi debus. Sampai saat ini Banten terkenal dengan kesaktian para pendekar dan jawaranya.

Situs resmi pemerintah daerah Banten menuliskan bahwa silat sudah ada di bumi Nusantara sejak abad VII. Perkembangan pencak silat di dalam kawasan ini makin mengakar saat terjadi penyebaran agama Islam di Banten. Terlebih lagi saat Banten sudah menjadi Kerajaan, di bawah pemerintahan raja-raja Islam, utamanya Sultan Maulana Hasanudin maka pesantren dijadikan pusat pendidikan. Silat diajarkan dalam pesantren di Banten yang menjadi pusat pendidikan agama karena silat dianggap menjadi bagian dari latihan spiritual.

Silat, pada saat kerajaan Banten mengemuka, adalah alat untuk menggembleng prajurit kerajaan Banten sebagai bagian dari bela kerajaan. Saat Banten melawan Portugis mau pun Belanda, para punggawa dan prajurit Banten diperlengkapi dengan keahlian silat.

Akar kata dari debus berasal dari bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi. Sehingga jelas akar dari kemampuan melakukan kegiatan debus dalam makna modern adalah gabungan antara kepercayaan awal sebelum masuknya Islam dan saat Islam sudah menjadi jalan hidup mayoritas warga di Banten.

Seturut perkembangan zaman, debus yang awalnya berakar dari filosofi silat yang dipenuhi pemahaman kepercayaan nenek moyang dan agama Islam menjadi kemampuan mengembangkan kekebalan tubuh. Kekebalan tubuh dipercaya akan mampu membuat pemilik ilmu tersebut tidak akan dapat disakiti atau dilukai oleh pihak lain. Tidak heran, berbagai perguruan silat yang terdapat di Banten masih mengajarkan keahlian silat dan kekebalan badan kepada para muridnya.

Bagi para penonton untuk melihat kemampuan para pelaku debus menusuk perut mereka dengan senjata mau pun mendorong masuk jarum melewati kulit, lidah dan kulit hingga tembus jelas melampaui kejadian sehari-hari rata-rata mereka. Pesona kesaktian para pendekar Banten masih mempesona para penonton yang datang berduyun-duyun.

Dan akhirnya pada abad XX hingga XXI ini debus masuk dalam kategori kebudayaan yang perkembangan dan pengembangannya ada dalam tanggung jawab pemerintah Provinsi Banten. Sehingga dalam setiap festival kesenian dan budaya Banten, atraksi debus adalah salah satu yang diperagakan dan menjadi bagian pertunjukan yang ditunggu oleh para penontonnya. [RV]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verified by MonsterInsights