Dublin – Irlandia membara sepanjang hari dan malam pada Selasa (21/10). Hal ini dipicu oleh protes ribuan warga Dublin yang mengepung sebuah kam pengungsian di ibu kota Irlandia tersebut. Warga membakar apa pun yang bisa dibakar di luar kam pengungsian, serta melemparkan bebatuan kepada para polisi yang menjaga tempat tersebut.

Walau hari sudah malam, kericuhan tidak mereda juga. Bahkan beberapa warga yang marah menembus pertahanan Gardai dengan mengendarai kuda poni Irlandia yang terkenal besar-besar.

Kericuhan ini dipicu oleh kasus pemerkosaan. Pasalnya, seorang laki-laki berasal dari Afrika yang tinggal di hotel tersebut telah diketahui dan terbukti melakukan pemerkosaan seorang anak perempuan berusia 10 tahun. Pemerkosaan tersebut terjadi di area di dekat hotel terbesar di Irlandia yang bernama Citywest.

Setelah dipergoki oleh pihak warga, laki-laki itu lari ke hotel tempatnya tinggal. Gardai (polisi Irlandia) memeriksa kasus ini namun tidak melakukan penangkapan terhadap penjahat kelamin tersebut. Sementara anak perempuan itu lalu mengalami perubahan perilaku sehingga orang tuanya harus merelakan anaknya dirawat di suatu institusi negara.

Yang membuat marah para warga Irlandia adalah diketahui bahwa laki-laki yang mengaku sebagai pencari suaka tersebut ternyata bukan pencari suaka asli. Ia adalah seorang laki-laki yang masuk dalam rombongan sebanyak 2.000 laki-laki, dalam usia produktif dan lajang yang ditampung oleh Pemerintah Irlandia.

Dalam penelusuran berikutnya, warga Irlandia menemukan bahwa pemerkosa itu datang pada tahun 2019. Pada tahun 2024 permohonannya untuk mendapatkan perlindungan dari negara anggota Uni Eropa ditolak. Dan seharusnya pada Maret 2025, ia sudah dideportasi.

Warga mengamuk karena itu berarti laki-laki pengungsi tersebut selama 6 tahun keberadaannya di negara Irlandia mendapatkan manfaat luar biasa dari negara yang mengambil dananya dari hasil pajak warga setempat.

Saat ini tercatat bahwa pemerintah Irlandia telah mengeluarkan uang sebesar €158 juta untuk memelihara para pengungsi tadi Hotel Citywest. Selanjutnya hotel tersebut diubah menjadi kam pengungsi yang mewah dan mengisinya dengan para pengungsi.

Fasilitas yang diberikan bagi para pengungsi tersebut adalah tempat tinggal dan makan minum gratis, dan sama sekali tidak perlu bekerja. Tidak mengherankan, para pengungsi pengangguran tersebut pekerjaannya hanya berkelompok, membuang sampah, serta menganggu perempuan warga setempat.

Berita kericuhan ini diliput oleh media arus utama, seperti CNN, BBC dan sejenisnya tetapi tidak ada satu pun yang menyebut pencetus kericuhan; bahkan sama sekali tidak terlihat dalam berita lokal Irlandia. Semua informasi mengenai berkumpulnya massa dalam jumlah besar dan kericuhan berasal dari media independen seperti rebelnews yang wartawannya datang ke Irlandia untuk konfirmasi kondisi di Dublin.

Gardai Irlandia mengelilingi dan menjaga kam pengungsi tersebut sepanjang malam dan bahkan melakukan pertahanan dengan ketat terhadap warga mereka sendiri.

Sebagai anggota Uni Eropa, Irlandia memang tidak bisa berkelit untuk menerima kuota pengungsi. Mereka harus memberikan fasilitas sesuai dengan arahan dari para pengambil keputusan di Uni Eropa. Apabila mereka tidak melakukan kewajibannya sebagai anggota Uni Eropa, maka mereka akan mendapatkan denda yang sangat besar dan dihitung per hari sampai pada tanggal pelunasannya.

Semua pedoman dari Uni Eropa tersebut menyebutkan datangnya pengungsi dari negara-negara Afrika dan Asia Selatan adalah bagian dari kemajemukan masyarakat sehingga budaya setempat mendapatkan pengkayaan materi.

Penolakan peraturan Uni Eropa ini sudah dilaksanakan di Hungaria yang juga menolak untuk menerima pengungsi dari negara-negara yang berasal dari Afrika Utara, dan Asia Selatan. [RV]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *