Stockholm – Baru-baru ini terjadi perkosaan terhadap seorang anak remaja bernama Meya Aberg (16) oleh seorang imigran dari Eritrea. Imigran itu menyerang Meya pada September 2024 saat gadis itu sedang pulang ke rumah melalui terowongan untuk pejalan kaki di Skelleftea karena ia ketinggalan bus terakhir. Gadis itu bekerja pada shift malam di restoran McDonald’s.
Pelakunya berhasil ditangkap dan diadili. Warga Swedia berharap keadilan bagi remaja putri itu dan pelakunya dideportasi. Namun, keputusan hakim membuat warga Swedia sangat marah karena pertimbangan hakimnya adalah “perkosaan itu tidak berlangsung cukup lama” sehingga tidak perlu dideportasi.
Pengadilan yang menangani kasus perkosaan ini bernama Pengadilan Tinggi Upper Norrland dan hakimnya menjatuhkan hukuman penjara selama 3 tahun dan memberikan sanksi sebesar £17,500 kepada korbannya. Permohonan pihak kejaksaan untuk hukuman deportasi ditolak mentah-mentah oleh hakim.
Warga Eropa dan dunia pada umumnya yang mengikuti perkembangan terjadinya ribuan perkosaan terhadap warga asli suatu negara Eropa menjadi mendidih mendengar pertimbangan.
Meya dan keluarganya langsung melaporkan perkosaan ini tetapi awalnya Mohamed (18)dilepaskan oleh penegak hukum karena “kurangnya bukti”.
Di sisi lain, Meya juga melihat Tersangka pada hari pertamanya bersekolah kembali, sehingga kemungkinan si pelaku pemerkosaan tersebut adalah sesama murid di sekolahnya.
Hakim Pengadilan Tinggi Lars Victorsson yang mengadili kasus ini menyatakan alasannya. Ia memberikan pernyataannya kepada Samnytt bahwa kejadian perkosaan itu hanyalah insiden yang berjalan sangat singkat. Victorsson juga bergeming mendengarkan segala hujatan yang ditujukan kepadanya.
Dan karena insiden tersebut berjalan singkat, menurutnya Yazied Mohamed tidak perlu dideportasi.
Ia menyebutkan bahwa dirinya tidak terlalu memikirkan hujan tersebut. “Kami mengadili. Kami punya tugas-tugas kami. Kami mengadili, dan tidak memikirkan apa pendapat orang lain atau apakah mereka menjadi marah. Kami tidak dapat mengikuti arah angin dalam kehidupan bermasyarakat apabila mendengarkan satu dan lain hal. Kami datang dan menilai berdasarkan legislasi dan preseden yang terjadi dan kemudian mengadili sebagaimana layaknya,” ujarnya.
Warga dunia yang mengikuti perkembangan kasus ini sebetulnya mempertanyakan kalimat dalam bagian putusan hakim sebagai berikut:
“Mengingat kejadian dan waktu berlangsungnya tindakan yang diperkarakan, Pengadilan Tinggi menemukan bahwa pidana yang dilakukan sangat serius tetapi tidak termasuk dalam kategori yang sangat berat yang memerlukan tindakan untuk mendeportasi Yazied Mohmaed.
Terhadap kalimatnya tersebut, hakim menjelaskan bahwa: “Tindakan si pria adalah memeluknya, meraba pantat dan kedua payudaranya, menciumnya dengan paksa, serta menyentuh dan memasuki alat kelaminnya dengan tangannya.”
Orang yang memiliki jabatan hakim itu juga meneruskan bahwa perkosaan tersebut tidak berlangsung lama.
“Umumnya, perkosaan diperhitungkan sebagai tindak pidana serius yang akan berujung pada tindakan deportasi. Tetapi secara keseluruhan, suatu asesmen tetaplah harus dilakukan, dan dalam hal ini, kami sampai pada kesimpulan bahwa tindakan perkosaan itu tidak mencapai tingkat pidana yang serius,” kata Viktorsson.
Ia masih meneruskan, “Insiden itu cuma kejadian sejenak. Memang kejadian itu adalah perkosaan tetapi ia tidak memasukkan alat kelaminnya dan hanya memasukkan jemarinya. Ia tidak melakukan persenggamaan kelamin dengan penisnya. Menurut saya, putusan pengadilan jelas menggambarkan bahwa kami mempertimbangkan perdebatan tentang pro dan kontranya sebelum akhirnya memutuskan apakah tindakannya memerlukan deportasi atau tidak.”
Wartawan selanjutnya menanyakan berapa lama suatu serangan seksual dapat disebutkan cukup sebagai perkosaan.
Hakim menjawab bahwa tidak ada batasan waktu. “Perkosaan tidak hanya soal durasi. Tetapi juga metoda (perkosaan),” ujarnya. Victorsson juga menyebut hukuman tidak bisa dibatasi bahwa perkosaan terjadi 12 menit, maka seseorang harus dideportasi.
Majelis hakim terdiri dari Lars Viktorsson, Elida Sundkvist, Asessor Pengadilan Hanna Hamrén, dan Lena Berggren (Partai Kiri) serta Sammy Lie (Partai Demokrat Sweden).
Hanya Sammy Lie yang memberikan pendapat berbeda dari anggota majelis lainnya dan meminta agar Yazied dideportasi setelah menyelesaikan masa hukumannya di penjara.
Kasus ini bahkan sudah mendapat perhatian Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson. Dalam videonya yang dipublikasikan Kristersson mengatakan bahwa orang yang melakukan tindak pidana serius dan bukan seorang warga negara Swedia, wajib meninggalkan negeri Swedia.
“Ini adalah soal keadilan dan perubahan bagi para korban kejahatan,” ujarnya. Pemerintah Swedia yang sekarang sedang berupaya untuk mengesahkan legislasi untuk mendeportasi semua imigran yang melakukan tindak pidana. Di dalam rancangan tersebut disebutkan bahwa semua tindak pidana yang dihukum dengan hukuman selain denda, wajib mendapatkan perinah deportasi. [RV]