Kondisi Britania Pada 1807-1833

Britania memang bertekad untuk menghapuskan perbudakan dari kawasannya terlebih dahulu. Sebagai penguasa 7 Samudra dimana kawasan mereka terbentang dari Timur hingga Barat, mereka menggunakan Angkatan Laut mereka untuk mencegat dan menghentikan kapal-kapal yang membawa perbudakan.

Sejarawan Jeremy Black menyebut total ribuan tentara Angkatan Laut Britania gugur dalam menjalankan tugas mereka. Dimulai pada 1807, saat Undang-Undang Perbudakan disahkan di Parlemen, Angkatan Laut Britania tetap melaksanakan tugas mereka dengan mengirimkan 2 kapal perang demi menghentikan pelayaran perbudakan di Samudra Atlantik. Padahal saat itu mereka dalam kondisi berperang melawan Prancis dan para sekutunya selama belasan tahun. Palagan mereka terjadi di daratan Eropa mau pun di lautan.

Setelah Kaisar Napoleon dikalahkan pada 1815, kapal-kapal perang Britania difokuskan untuk menghabiskan pelayaran perbudakan dengan mengabaikan hubungan mereka dengan Amerika Serikat yang merupakan pihak yang menerima barang dagangan haram tersebut.

 

Dibantu oleh skuadron Belanda, Laksamana Lord Exmouth dan armadanya yang memiliki 21 kapal perang, mengadakan kampanye di Aljazair, Afrika Utara pada 27 Agustus 1816, atau setahun setelah kemenangan Britania atas Prancis dan para sekutunya di Waterloo.

Tujuannya? Untuk menghentikan penyanderaan budak-budak berkulit putih di Algiers. Saat ajakan untuk berunding diabaikan, Laksamana Exmouth menghamburkan perluru panas dan 40.000 peluru meriam terhadap kapal-kapal pembawa budak milik Aljazair dan kota Algiers. Saat pertempuran selesai, sekitar 3.000 budak berkulit putih yang berasal dari Spanyol dan Italia tadi berhasil dibebaskan.

Pola yang sama dilakukan oleh Angkatan Laut Kerajaan hingga tahun 1824 saat mereka mencegat armada Ottoman-Mesir di Teluk Navarino dan sekaligus membantu Yunani untuk mendapatkan kemerdekaan mereka dari kemaharajaan Ottoman. Kemerdekaan Yunani tersebut menghentikan perbudakan yang dilakukan oleh Ottoman terhadap warga Eropa.

 

Operasi Angkatan Laut Britania Di Afrika Barat

Tetapi operasi Angkatan Laut Kerajaan Britania yang terpenting adalah pada saat mereka menghentikan pelayaran kapal perbudakan dari Afrika Barat. Ribuan budak yang dibebaskan tadi segera dibawa ke Freetown di Sierra Leone yang merupakan koloni Britania yang dikhususkan bagi para mantan budak yang dibebaskan.

Para budak yang dibebaskan itu tidak dapat dikembalikan ke kampung halamannya karena mereka akan ditangkap kembali oleh elit politiknya dan dijual ulang sebagai budak.

Perdana Menteri Britania Palmerston menyatakan dengan resmi pada tahun 1862:

“Separuh dari kejahatan (perbudakan – penulis) sudah terjadi pada saat para budak tersebut ditangkap di perairan Amerika. (Separuhnya lagi – penulis) pada saat razzia (serbuan mematikan) dilakukan di Afrika dimana kampung-kampung mereka dibakar, para orang tua dan anak-anak dibantai, sementara kaum muda dan yang berusia paruh baya dicerabut dari rumah mereka dan dikirimkan melalui laut.”

Perluasan Operasi

Menyasar pasar budak yang berada di Selatan Khatulistiwa, Britania mengesahkan penugasan Angkatan Laut Kerajaannya pada tahun 1839.

Pasar budak di Amerika Selatan seperti Brazil adalah salah satu yang paling ramai, karena Brazil memerlukan banyak tenaga kerja di perkebunan mereka yang jumlahnya ribuan dan memiliki luas jutaan hektare.

Pada tahun 1839, Undang-Undang Penghalangan Perdagangan Budak memberikan kewenangan bagi Angkatan Laut Kerajaan Britania untuk melakukan diplomasi, negosiasi dan kemudian melakukan pembatasan perdagangan budak di semua kapal berbendera Portugal atau yang keberadaannya secara hukum tercatat di Portugal.

Ruang operasi Angkatan Laut Kerajaan Britania diperluas oleh peraturan perundangan hingga ke Karibia dimana terdapat tanah-tanah jajahan milik Prancis, Belanda dan Spanyol yang masih mempraktikkan perbudakan. Semua tindak tanduk para anggota Angkatan Laut ini dicatat dengan teliti oleh para wartawan di dalam berbagai koran yang terbit di Britania.

Pada tahun 1845, Undang-Undang Perdagangan Budak memberikan kewenangan bagi Angkatan Laut Kerajaan Britania untuk menghentikan kapal yang diduga membawa budak sebagai perompak dan karenanya wajib untuk dihapuskan.

Tidak heran Angkatan Laut Britania Raya berhasil menangkap 400 kapal diduga kapal budak dalam jangka waktu 5 tahun. Tercatat pada tahun 1849 ada sekitar 35 kapal-kapal patrol Angkatan Laut Beritania Raya yang beroperasi di sepanjang pantai Afrika Barat.

Selama perjuangan pencegahan perdagangan manusia di Samudra Atlantik, Britania selalu memastikan agar pihaknya tidak melanggar kedaulatan negara lain. Mereka menyadari mereka berhadapan dengan kekuatan perdagangan selain memahami bahwa inti dari perbudakan manusia adalah keuntungan.

Seorang pelaut Britania melepaskan belenggu di kaki seorang budak yang diselamatkan. Terjadi Di HMS Sphinx pada tahun 1907 di Pesisir Afrika Timur

Namun, semua itu berubah pada 1850. Saat kapal-kapal perang Britania bahkan melanggar kedaulatan negara Brazil dengan merangsek ke pelabuhan-pelabuhan Brazil dan menghacurleburkan semua kapal yang diduga melakukan perdagangan budak. Serbuan ini akhirnya membuat Brazil terpaksa menyetujui untuk melarang impor manusia ke negaranya.

Sejarah dunia mencatat angkatan laut Brazil tidak melakukan apa pun untuk menghancurkan rantai perbudakan manusia. Pasar budak di Brazil memang merupakan pasar dunia terbesar bagi kawasan di selatan khatulistiwa.

Keputusan Brazil ini membuat Britania menarik nafas lega karena ongkos patrol dan pembebasan serta pengiriman para budak yang diperdagangkan itu sudah terlalu mahal bagi mereka.

Pada paruh ke dua dari Abad XIX, kapal-kapal patrol Angkatan Laut Kerajaan Britania barulah memusatkan perhatiannya ke Samudra India dengan target menghentikan perdagangan budak dari Afrika Barat ke Asia Timur. (bersambung) [RV]

Beberapa budak yang berhasil dibebaskan dari kapal dagang budak di Pesisir Afrika Barat.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verified by MonsterInsights