Prasasti Kamalagyan. BPCB Jawa Timur.
Airlangga, Maharaja Kahuripan menyadari betapa musim hujan membawa berkah sekaligus potensi mala petaka bagi rakyatnya. Airlangga bermakna Air Yang Melompat dan sepanjang hidupnya Airlangga sering berhubungan air. Beberapa keputusannya yang penting selalu berhubungan dengan air.
Salah satunya Prasasti Kamalagyan. Menurut catatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, prasasti ini memiliki dimensi panjang 115 cm, tebal 28 cm, serta tinggi 215 cm. Sekarang, prasasti ini masih berada di lokasinya yakni Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Airlangga mengeluarkan dua prasasti berturut-turut. Yang pertama adalah Prasasti Pucangan yang sekarang tergeletak di Kalkuta, bertanggal 10 November 1037. Prasasti ini diterbitkan setelah ia mendeklarasikan kemenangannya melalui peperangan yang panjang melawan musuh terakhirnya, Raja Wengker, Wijayawarman.
Sehari setelah menyatakan kemenangannya tersebut, yakni pada 11 November 1037, Airlangga yang telah menyebut dirinya sebagai Maharaja menerbitkan Prasasti Kamalagyan. Ia menyebutkan ia dapat memulai pemerintahan baru dengan damai di Kahuripan, dan menyatakan dirinya sebagai ratu cakrawartti (penguasa dunia) di Sambandha.
Prasasti Kamalagyan inilah yang memberikan kejelasan tentang kehadiran negara dalam menghadapi bencana yang menerjang warganya. Prasasti menyebutkan upaya permasalahan banjir tahunan bengawan (sungai) Brantas yang mengganggu kehidupan kerajaan.
Banjir tersebut merusak sawah-sawah rakyat, tambak milik raja, para sīma dan kelompok agama kalang, tempat-tempat keagamaan (kalagyan), komunitas jumput, biara-biara (wihāra), balai-balai keagamaan (śāla), bangunan suci leluhur (kamulān), tempat-tempat suci arwah nenek moyang (parhyaṅan) dan pertapaan-pertapaan (parapatapān) terutama bangunan suci di Surapura bernama Içanabhawana.
Airlangga kemudian menitahkan untuk membangun bendung utama di Waringin Sapta dan tanggul terkait serta menetapkan status sīma (bebas pajak) kepada desa pengelola bendungan. Dengan demikian, keputusan ini diharapkan dapat memulihkan sawah-sawah pertanian dan memperlancar angkutan barang dagang dari wilayah hulu ke hilir menuju pelabuhan Hujung Galuh yakni pelabuhan Kerajaan Kahuripan.