Prasasti Sirah Keting, Di Museum Nasional Prasasti Ini Memuat Nama Maharaja Teguh Dharmawangsa. Jakarta. Kompas
Catatan Song mencatat misi penguasa Jawa ke istana Song pada tanggal 18 September 992. Dalam catatan itu tertera bahwa penguasa Jawa sebelumnya Sri Muktawansawarddhana mengirimkan persembahan kepada penguasa Chiang-nan.
Namun, menurut Catatan Song, penguasa Chiang-nan tidak berani menerima semua persembahan ini. Penguasa tersebut kemudian meneruskan berbagai upeti tadi kepada Penguasa Istana Song. Praktek sejenis sering dilakukan saat mereka menerima persembahan dari negeri-negeri Arab dan Campa.

Di istana Kaisar Song, utusan yang tertulis sebagai P’o-lo-k-in menjawab bahwa ia diutus oleh seorang raja bergelar hia-tche-ma-lo-ye atau Haji Maharaja dan istrinya lo-kien-so-p’o-li Rakyan Swari.
Siapakah yang berkuasa di Song pada tahun 992. Penelitian menunjukkan bahwa saat itu yang berkuasa adalah Kaizar Taizong yang terkenal dengan kebijakannya yang membuka diri dan memajukan berbagai aspek sosial warganya.
Dan, siapakah yang berkuasa pada tahun 992? Siapa itu Haji Maharaja? Menurut kronologi kerajaan Nusantara, tahun 992 adalah tahun berkuasanya Maharaja Teguh Dharmawangsa.
Dinasti Song adalah salah satu dari puluhan dinasti yang pernah berkuasa di Daratan Cina. Tercatat dalam dua periode, Song terbagi dalam dua yakni Song Utara (periode 960-1127) dan Song Selatan (periode 1127-1279). Para sejarawan memuji pada era Song ini, Tiongkok mengalami puncak peradaban di bidang ekonomi, teknologi, dan kebudayaan.
Wilayah Chiang Nan adalah nama kawasan Dinasti Song dan merujuk pada suatu wilayah tempat Sungai Yangtze memuntahkan airnya ke Lautan Tiongkok Timur. Maka tidak heran apabila utusan-utusan mancanegara selalu mampir di kawasan tersebut. Pada zaman modern, kawasan ini mencakup Kota Shanghai yang terkenal besar dan dinamis.
Disebutkan di dalam Catatan Song bahwa utusan Sri Isyana yang mewakili Maharaja Teguh Dharmawangsa tadi membawa 4.423 kati kayu cendana, sepuluh gading gajah, cula badak, dua kati mutiara asli, 100 potong tekstil termasuk sutra dan katun, sutra tenun bermotif bunga berjalin dengan benang emas, keris bergagang cula badak dan emas, 12 pedang bertatahkan emas dan perak, nampan pinang, 40 tikar bambu, tikar rotan dan model rumah kecil dari kayu cendana.
Catatan Song juga memberikan perkiraan untuk mengetahui siapa penguasa Jawa berdasarkan perhitungan bulan ke 12 tahun 3 dari Kaisar Song, yang berdasar perhitungan Jawa, yakni bulan Magha 914 Saka, yakni pada masa Teguh Dharmawangsa berkuasa. Penanggalan Tiongkok itu bertepatan dengan bulan Magha 914 Sak berdasarkan prasasti Kawambang Kulwan.
Selanjutnya, Catatan Song tidak mencatat apa pun yang dikirimkan Sriwijaya kepada Dinasti Song, yakni antara tahun 990 hingga 1002. Dari fakta tidak adanya upeti tersebut dapat disimpulkan Sriwijaya sedang kepayahan akibat mengalami dampak serangan dari kerajaan Dharmawangsa. Padahal sebelumnya sejak tahun 960 hingga 988, Sriwijaya sangat rajin mengirimkan utusan dan upeti kepada Dinasti Song sebanyak 14 misi.
Manuver armada laut Jawa pada tahun 990 yang agresif terhadap Sriwijaya, dan pendekatan diplomatik Sriwijaya terhadap istana Song pada tahun 992 tidak luput dari perhatian pencatat Catatan Song.

Bukti dari permusuhan kedua kerajaan besar di Nusantara tersebut dapat dibuktikan dari sebuah memo dari administratif Guangzhou mencatat mengenai nasib utusan Sriwijaya yang belum bisa mudik ke negerinya pada tahun 992 diperkirakan karena kondisi kerajaannya masih dalam situasi yang tidak menguntungkan.
Catatan Song mencatat bahwa utusan ini meminta kaisar Song supaya menyatakan bahwa San-fo-tsi berada dalam perlindungan Tiongkok.
Pada tahun 997, Kaisar Taizong meninggal dunia. Ia digantikan oleh Kaisar Zhensong yang semakin memperkuat kejayaan kekaisarannya dengan memperkuat perekonomian dan militernya. [RV]