Saat menginjakkan kakinya di Benteng Jhansi pada tahun 1842, demikian tradisi oral rakyat Jhansi, Gangadhar Rao sudah menunggunya di depan istana dengan penyambutan yang agung sebagaimana layaknya penyambutan seorang ratu. Manikarnika mendapatkan anugerah nama baru yakni Laksmi yang mengacu kepada Dewi Kemakmuran. Gangadhar Rao selanjutnya meminta orang memanggil Manikarnika sebagai Rani (Ratu) Jhansi atau Rani Laksmi Bhai. Upacara perkawinan dan pesta yang mengikutinya selama berhari-hari sangat meriah dan pantas untuk disebut Perkawinan Tahun itu. Rakyat Jhansi mendapatkan makanan, hiburan dan kenang-kenangan atas perkawinan raja dan ratu mereka.
Sampai disini saya masih sulit menerima kenyataan bahwa Manikarnika adalah anak di bawah umur. Apabila Gangadhar Rao hidup di abad XXI maka ia akan mendapatkan gelar paedofil dan akan ditangkap oleh penegak hukum setempat. Tetapi tentu saja dalam mempelajari sejarah masa lalu, aspek adat istiadat, sosial, politik, dan agama adalah hal yang tak dapat diabaikan begitu saja. Adalah keliru dan tidak pada tempatnya untuk mengimplementasikan keyakinan masa kini ke atas kejadian masa lalu.
Entah apa yang terjadi dari tahun 1842 hingga 1851, saya belum menemukan rujukan tertulis yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan perubahan perilaku Gangadhar Rao menjadi lebih matang dan bijaksana. Dari sinetron Jhansi Ki Rani yang penuh heroisme, suara petir dan efek angin disebutkan bahwa Gangadhar Rao mengalami perubahan karena kekagumannya kepada Laksmi Bhai. Perubahan lainnya adalah ia memberikan perhatian penuh kepada kerajaannya dan mulai bertindak sebagai seorang raja yang bijak dan melakukan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Ia juga meninggalkan para gundiknya dan mengurangi pesta pora dengan para perwira East India Company. Pada kenyataannya, sejarah mencatat bahwa di dalam periode sembilan tahun tersebut, Laksmi Bai diberikan wewenang untuk mengatur administrasi Jhansi, suatu hal yang tidak umum diberikan kepada seorang ratu atau tepatnya seorang wanita. Laksmi Bai juga memiliki kewenangan penuh untuk mengatur surat menyurat Jhansi kepada mancanegara, dan ia adalah penasehat diplomasi yang dihormati oleh Gangadhar Rao. Gangadhar Rao sendiri melakukan hal yang disukainya yakni memperindah yang dimilikinya. Ia terkenal karena upayanya memperindah Kota Jhansi dengan berbagai pembangunan gedung dan fasilitas umum.
Rujukan yang saya dapatkan mengatakan bahwa Gangadhar Rao memperbaiki taraf hidup rakyatnya, meningkatkan perekonomian kerajaannya dan berupaya untuk menjadikan pembangunan jalur kereta sebagai sarana peningkatan perdagangan dengan berbagai kerajaan, termasuk kepada para pedagang non East India Company. Jhansi berada di tengah subkontinen India sehingga mereka tidak memiliki akses pelabuhan yang akan membuat mereka leluasa berdagang. Jalur kereta adalah salah satu alternatif perdagangan yang didukung oleh Gangadhar Rao.
Sehari-harinya Laksmi Bai terkenal suka berkuda mengeliling kerajaannya dengan hanya didampingi oleh pengawal berjumlah sedikit. Ia memiliki beberapa ekor kuda kesayangan, utamanya Badaal. Kuda gagah itu dibawa olehnya dari Bithoor. Menunggangi turangga itu, Laksmi Bai sering mampir ke berbagai tempat pertemuan desa dan tempat peribadatan dan memastikan agar semua infrastruktur ibadah dipelihara dengan baik. Walaupun sudah menjadi seorang ratu, Laksmi Bai terkenal akan pola hidupnya yang spartan. Ia setiap hari berlatih olah raga secara berganti-ganti mulai dari mengangkat beban, bergulat, dan berlatih berburu, dan bermain pedang sebelum sarapan.
Dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang wanita, Laksmi Bai mampu mengambil hati mantan gula-gula suaminya sebagai salah satu pengawalnya yang paling setia dan pemberani. Setelah melewati berbagai proses yang berat, akhirnya Moti Bai sang penyanyi dan penari jatuh hati kepada anak remaja yang telah mengambil posisinya di samping Raja Jhansi. Pada perkembangan selanjutnya, Moti Bai selalu melindungi Laksmi Bai baik secara jasmani maupun secara rohani. Sebagai penari, ia mahir mengkoordinasikan anggota tubuhnya dengan baik sehingga saat ia mempelajari ilmu pedang yang diajarkan oleh Laksmi Bai dan para jenderalnya, maka kelenturan tubuhnya membantunya menguasai cara bertempur. Moti Bai adalah salah satu anggota pasukan wanita yang dibentuk oleh Laksmi Bai. Unit pasukan kerajaan tersebut hanya terdiri dari wanita, dan para anggotanya benar-benar dapat bertempur karena Laksmi Bai menginginkan mereka mampu melakukan tugas-tugas militer.
Tradisi oral Jhansi mengatakan Laksmi Bai memiliki kemampuan militer yang baik. Ia mengasah ilmu yang didapatnya dari Bhitoor menjadi amalan yang memberikan kerajaan Jhansi kekuatan untuk membangun angkatan perangnya. Sampai hari ini, balada pujian baginya masih menyebutnya sebagai “Bagaikan seorang ksatria, sang Rani dari Jhansi bertempur! Betapa gagah dan beraninya!”
Tidak disebutkan di dalam rujukan mengenai tujuan Laksmi Bai membangun unit tempur wanita. Akan tetapi dari tradisi oral, sebelum dan sesudah menjadi ratu, Laksmi Bai sering mengadakan tindakan klandestin dengan mensabotase peralatan East India Company. Hal ini ia lakukan dengan bantuan Tatya Tope, gurunya di Bithoor, dan Ghaus Khan, seorang mantan pesakitan Jhansi yang sangat terkenal dengan penguasaannya akan meriam dan mesiu (gunnery). Tindakan klandestin ini dilakukan tanpa sepengetahuan suaminya, tentu saja. Saat ia mengelilingi kerajaannya ia menemukan banyak wanita yang hidup sengsara setelah suami atau kepala keluarga mereka tewas atau meninggalkan mereka. Ia tergerak untuk membantu mereka sekaligus membangun karakter wanita di kerajaannya agar menjadi mandiri dan memiliki sumber pendapatan. Unit tempur kerajaan tersebut sudah tentu dibiayai oleh kerajaan Jhansi.
Yang menarik perhatian adalah Laksmi Bai baru melahirkan putra mahkota Jhansi pada tahun 1851 saat ia berusia 23 tahun. Kemungkinan Gangadhar Rao baru mengkonsumasi perkawinan mereka saat Laksmi Bai sudah berusia lebih dari 17 tahun. Tujuh belas tahun adalah usia yang sudah cukup matang untuk menanggung beban sebagai istri dan ibu bahkan pada abad XX. Tentu saja tidak ada yang bisa menghentikan hak raja untuk meniduri ratunya, dan seandainya Laksmi Bai hamil pada usia 15 tahun maka hal itu wajar bagi perempuan pada abad tersebut. Pada kenyataannya ia baru melahirkan putranya pada usia matang. Putra mahkota yang sudah ditunggu seluruh kerajaan itu kemudian diberi nama Damodar Rao.
Tidak bisa dipungkiri, kelahiran ini memberikan harapan baru dan menghapus segala kecemasan wangsa Nelwakar bahwa kerajaan mereka akan dianeksasi oleh East India Company. Semua perayaan dan pundi-pundi harta karun yang membiayai hari lahir putra yang sudah ditunggu itu keluar dari khazanah kerajaan Jhansi. Setelah mengambil waktu beristirahat, Laksmi Bak mulai bekerja lagi.
Merujuk kepada kondisi yang sudah saya sebutkan sebelumnya, bahwa tingkat kematian anak-anak pada abad XIX sangat tinggi, maka kondisi itu juga berlaku kepada keluarga kerajaan Jhansi. Damodar Rao hanya mencapai usia 4 bulan saat ia meninggal dunia. Kematiannya membuat kedua orang tuanya berduka. Di sinetron Jhansi Ki Rani, Laksmi Bai tidak jatuh dalam depresi melainkan melampiaskan kesedihannya dengan menjadikan tentara East India Company bulan-bulanan dalam tindakan klandestinnya. Sementara suaminya, Raja Gangadhar Rao mulai mengalami penurunan kesehatan. Ia sudah berusia 54 tahun dan karenanya mulai meragukan kekuatannya sendiri dan menyadari betapa sempit waktunya untuk memastikan kelanggengan wangsanya di Jhansi.
Disinilah peran para kakak ipar Gangadhar Rao mulai membuat keseimbangan Jhansi terganggu. Mereka berada pada posisi yang menguntungkan. Mereka mengingatkan agar Gangadhar Rao mengadopsi seorang anak laki-laki dari antara wangsa Nelwakar. Calon yang mereka inginkan adalah Shadashiv Rao, seorang bangsawan Jhansi dan keponakan Gangadhar Rao. Sudah tentu mereka akan mendapatkan keuntungan apabila anak itu diadopsi.
Setelah berkonsultasi dengan para pejabat kerajaan dan menerima kondisi kesehatannya yang mulai menurun, Gangadhar Rao dan Laksmi Bai akhirnya menyetujui untuk mengadakan pertemuan wangsa Nelwakar pada tahun 1853. Acara itu juga dihadiri wakil East India Company, Mayor Ellis sebagai saksi yang penting bagi keabsahan proses adopsi dan karenanya berkaitan dengan keberlangsungan Jhansi.
Sang sepupu raja merasa bahwa raja menyukai putranya Sadashiv Rao dan berharap pertemuan itu menjadi ajang resmi pengadopsian putranya sebagai pewaris tahta. Tetapi apa hendak dikata. Impian tetap menjadi impian. Pada hari audiensi resmi yang sudah ditunggu-tunggu oleh sang sepupu Raja itu, terjadi hal yang menghancurkan impiannya. Seorang anak bernama Anand Rao mencuri perhatian Raja dan Ratu. Balita itu lepas dari gendongan ibunya dan berlari menuju singgasana. Kelucuannya dan ketampanannya menghentikan semua proses pembicaraan. Lalu Laksmi Bai menjulurkan tangannya untuk mencegah balita itu jatuh terjerembab. Takdir membuat Anand Rao jatuh dalam pelukannya. Selanjutnya adalah sejarah.
Anand Rao menyentuh hati Laksmi Bai dan Gangadhar Rao. Maka secara resmi Anand Rao diadopsi oleh raja dan ratu, dan ia dianugerahi nama Damodar Rao sebagaimana mendiang nama pewaris tahta yang sudah tiada dua tahun sebelumnya.
Di dalam setiap keputusan, ada pihak yang senang, dan ada pihak yang tersinggung. Entah apa yang terjadi, karena sehari sesudah pengadopsian Damodar Rao terjadi, Gangadhar Rao mangkat. Tradisi oral Jhansi mengatakan bahwa Gangadhar Rao diracun oleh pihak yang tersinggung. Pihak yang merasa tersinggung tentu saja pihak yang tidak mendukung adopsi Anand Rao. Pihak ini terdiri dari para kakak ipar dan orang tua anak yang kehilangan kesempatan menjadi pihak yang paling diuntungkan.
Fakta sejarahnya menunjukkan Laksmi Bai sangat terpukul atas kematian suaminya. Tetapi sebagai seorang administrator ia adalah seorang pekerja yang luar biasa. Ia mengingatkan East India Company bahwa pewaris tahta Jhansi sudah ada dan diadopsi secara resmi serta disaksikan dengan para perwira dari East India Company. Bahwa pewaris itu masih di bawah umur dan karenanya Laksmi Bai diangkat oleh para pejabat kerajaan sebagai Wali dari Damodar Rao sampai ia kelak mencapai usia dewasa. Semua kondisi tersebut sudah disesuaikan dengan surat wasiat Raja Gangadhar Rao yang memerintahkan pihak East India Company untuk memperlakukan putranya dengan baik dan agar pemerintahan atas Jhansi diserahkan kepada Laksmi Bai selama ia hidup. Sehingga berdasarkan surat resmi tersebut sejak saat itu Laksmi Bai adalah penguasa penuh dari Jhansi.
Baik Mayor Ellis maupun atasannya, Mayor Malcolm, mendukung peresmian adopsi Damodar Rao dan ingin mentaati perintah resmi dari mendiang Gangadhar Rao. Di dalam surat yang ditulis oleh Mayor Malcolm kepada Gubernur Jendral India, James, Marquis of Dalhousie, ia menyebut Laksmi Bai sebagai seorang wanita yang terhormat dan sangat terpandang, dan ia mampu untuk melakukan tugasnya dengan baik untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang Wali Negeri.
Akan tetapi Dalhousie, yang mencetuskan konsep Doktrin Lapse, tidak menganggap ini cukup penting. Ia menolak peresmian adopsi tersebut dan memerintahkan agar East India Company menganeksasi Jhansi sebagai wilayah Britania Raya. Dalhousie memutuskan untuk mempensiunkan Rani Laksmi Bhai dengan uang pensiun Rs60.000 dan ia harus keluar dari benteng Jhansi dan istana kerajaan. Rani Laksmi Bhai juga mewarisi semua harta pribadi suaminya, yang termasuk istana di dalam kota Jhansi.
Sebagai eksekutor keputusan ini, Dalhousie mengirimkan seorang berpangkat kapten ke Jhansi. Proses aneksasi yang dipimpin oleh Kapten Skene dengan satuan kompinya ini berlangsung aman tanpa perlawanan. Aman karena Laksmi Bai menyadari bahwa Jhansi tidak siap untuk melakukan perlawanan apapun sehingga ia memilih untuk mengikuti saja prosedur yang dipaksakan oleh East India Company.
Namun sebagai seorang ahli tata negara, Laksmi Bai berkali-kali mengirimkan petisi kepada Gubernur Jendral Inggris hingga tahun 1856. Ia sendiri tinggal di istana di kota Jhansi dan membiayai hidupnya sendiri dengan uang pensiun yang dibayarkan kepadanya. Secara garis besar, ia sudah mengundurkan diri dari kehidupan publik, tetapi secara informal ia masih melayani rakyat Jhansi. Di dalam konsultasinya dengan penasehat hukum dari Britania bernama John Lang, Laksmi Bai berseru “meera Jhansi nahim dengee!” yang artinya ia tidak akan menyerahkan Jhansi begitu saja.

Dan sekarang kita mulai memasuki periode paling berat dalam hidup Manikarnika. [RV]